Diare adalah
buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200
g atau 200 ml/24 jam. Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer
atau cair lebih dari tiga kali sehari. Buang air besar encer tersebut
dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
Diare akut adalah
diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari.
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, diare
akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih
banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Sedang diare kronik yaitu
diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi
maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi.
Diare infeksi dapat disebabkan virus, bakteri, dan parasit.
Diare akut sampai
saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang
tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB
(Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.
Dinegara maju
walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi
insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di
Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6
orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya
kejadian diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan waterborne
infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni,
Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic
Escherichia coli (EHEC).
Di negara
berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap
tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di
banding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap
tahun.
Di Indonesia dari
2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit dari
beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar
dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio
cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V.
Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan
Salmonella paratyphi A.
Epidemiologi
Pada tahun 1995
diare akut karena infeksi sebagai penyebab kematian pada lebih dari 3 juta
penduduk dunia. Kematian karena diare akur dinegara berkembang terjadi terutama
pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, dimana dua pertiga diantaranya
tinggal didaerah/lingkungan yang buruk, kumuh dan padat dengan sistem
pembuangan sampah yang tidak memenuhi sarat, keterbatasan air bersih dalam
jumlah maupun distribusinya, kurangnya sumber bahan makanan disertai cara
penyimpanan yang tak memenuhi syarat, tingkat pendidikan yang rendah serta
kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan.
Di Amerika
Serikat dengan perbaikan sanitasi dan tingkat pendidikan, prevalensi diare
karena infeksi berkurang. Dara dari Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) menunjukkan bahwa infeksi karena Salmonella, Shigella,
Listeria, Escherichia coli, dan Yersinia berkurang berkisar 20-30%
berkat perhatian atas kebersihan dan keamanan makanan. Sementara di beberapa
rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi masih
menduduki peringkat pertama sampai dengan keempat pasien dewasa yang datang
berobat ke rumah sakit.
Beberapa faktor
epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut yang
disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian,
penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam
mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.
Etiologi
Lebih dari 90%
diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10% karena sebab-sebab
lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan toksik, iskemik dan sebagainya.
Diare akut karena
infeksi dapat ditimbulkan oleh:
- Bakteri
Escherichia coli,
Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A/B/C, Salmonella spp, Shigella
dysentriae, Shigella flexneri, Vibrio cholerae 01 dan 0139, Vibrio cholera non
01, Vibrio parachemolyticus, Clostridium perfringens, Campylobacter
(Helicobacter) jejuni, Staphlyllococcus spp, Streptococcus spp, Yersinia
intestinalis, Coccidosis.
- Parasit
Protozoa: Entamoeba
hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, Isospora sp. Cacing: A.
lumbricoides, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O. vermicularis, T.
saginata, T. sollium.
- Virus
Rotavirus,
Adenovirus, Norwalk virus.
Pola mikro
organisme penyebab diare akut berbeda-beda berdasarkan umur, tempat dan waktu.
Di negara maju penyebab paling sering Norwalk virus, Helicobacter jejuni,
Salmonella sp, Clostridium difficile, sedangkan penyebab paling sering di
negara berkembang adalah Enterotoxicgenic Escherichia coli (ETEC), Rota virus
dan V. cholerae.
Patofisiologi
Sebanyak sekitar
9-10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap harinya, berasal dari luar
(diet) dan dari dalam tubuh kita (sekresi cairan lambung, empedu dan
sebagainya). Sebagian besar (75-85%) dari jumlah tersebut akan diresorbsi
kembali di usus halus dan sisanya sebanyak 1500 ml akan memasuki usus besar.
Sejumlah 90% dari cairan tersebut di usus besar akan diresorbsi, sehingga
tersisa jumlah 150-250 ml cairan yang akan ikut membentuk tinja.
Faktor-faktor
faali yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu sama lain, misalnya
saja, cairan intra luminal yang meningkat menyebabkan terangsangnya usus secara
mekanisme meningkatnya volume, sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya
bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan gangguan waktu
penyentuhan makanan dengan mukosa usus sehingga waktu penyerapan elektrolit,
air dan zat-zat lain terganggu.
Patogenesis
Dua hal umum yang
patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi adalah faktor kausal
(agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut,
terdiri atas faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan intern traktus
intestinalis seperti keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga
mencakup lingkungan mikroflora usus, sekresi mukosa, dan enzim pencernaan.
Penurunan
keasaman lambung pada infeksi shigella terbukti dapat menyebabkan serangan
infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi
oleh V. cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus memperlama waktu diare
dan gejala penyakit, serta mengurangi absorbsi elektrolit, tambahan lagi akan
mengurangi kecepatan eliminasi sumber infeksi. Peran imunitas dibuktikan dengan
didapatkannya frekuensi pasien giardiasis pada mereka yang kekurangan IgA,
demikian pula diare yang terjadi pada penderita HIV/AIDS karena gangguan
imunitas. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus dirangsang oleh
suatu toksoid berulang kali, akan terjadi sekresi antibodi.
Faktor kausal
yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah daya lekat dan penetrasi yang
dapat merusak sel mukosa, kemampan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi
cairan di usus halus. Kuman tersebut dapat membentuk koloni-koloni yang juga
dapat menginduksi diare.
Patogenesis diare
yang disebabkan infeksi bakteri diklasifikasikan menjadi:
- Infeksi Non-Invasi
Diare yang
disebabkan oleh bakteri non invasif disebut juga diare sekretorik atau watery
diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh bakteri yang memproduksi
enterotoksin yang bersifat tidak merusak mukosa. Bakteri non invasi misalnya V.
cholera non 01, V. cholera 01 atau 0139, Enterotoksigenik E. coli (ETEC), C.
perfringens, Stap. aureus, B. cereus, Aeromonas spp., V. cholera eltor
mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi
dan enterotoksin ini mengakibatkan kegiatan yang berlebihan Nikotinamid Adenin
Dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosin
3′,5′-siklik mono phospat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif
anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation
natrium dan kalium.
Namun demikian
mekanisme absorbsi ion Na melalui mekanisme pimpa Na tidak terganggi, karena
itu keluarnya ion Cl- (disertai ion HCO3-, H2O,
Na+ dan K+) dapat dikompensasi oleh meningkatnya absorbsi
ion Na (diiringi oleh H2O, K+, HCO3-,
dan Cl-). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan
glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus. Glukosa tersebut
diserap bersama air, sekaligus diiringi oleh ion Na+, K+,
Cl- dan HCO3-. Inilah dasar terapi oralit per
oral pada kolera.
Secara klinis
dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian beras dan keluar secara deras
dan banyak (voluminous). Keadaan ini disebut sebagai diare sekretorik isotonik
voluminial (watery diarrhea).
ETEC mengeluarkan
2 macam enterotoksin ialah labile toxin (LT) dan stable toxin (ST). LT bekerja
secara cepat terhadap mukosa usus halus tetapi hanya memberikan stimulasi yang
terbatas terhadap enzim adenilat siklase. Dengan demikian jelas bahwa diare
yang disebabkan E. coli lebih ringan dibandingkan diare yang disebabkan V.
cholerae.
Clostridium
perfringens (tipe A) yang sering menyebabkan keracunan makanan menghasilkan
enterotoksin yang bekerja mirip enterotoksin kolera yang menyebabkan diare yang
singkat dan dahsyat.
- Infeksi Invasif
Diare yang
disebabkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare Inflammatory. Bakteri
invasif misalnya: Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella spp., Shigella
spp., C. jejuni, V. parahaemolyticus, Yersinia, C. perfringens tipe C,
Entamoeba histolytica, P. shigelloides, C. difficile, Campylobacter spp. Diare
terjadi disebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat
diarena sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur dengan lendir dan darah.
Walau demikian infeksi oleh kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai
suatu diare sekretorik. Pada pemerksaan tinja biasanya didapatkan sel-sel
eritrosit dan leukosit.
Manifestasi
Klinis
Penularan diare
akut karena infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari penderita diare
atau melalui makanan/minuman yang terkontaminasi bakteri patogen yang berasal
dari tinja manusia/hewan atau bahan muntahan penderita. Penularan dapat juga
berupa transmisi dari manusia ke manusia melalui udara (droplet infection)
misalnya: rota virus, atau melalui aktivitas seksual kontak oral-genital atau
oral-anal.
Diare akut karena
infeksi bakteri yang mengandung/produksi toksin akan menyebabkan diare
sekretorik (watery diarrhea) dengan gejala-gejala: mual, muntah, dengan atau
tanpa demam yang umumnya ringan disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan
feses lembek/cair. Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa jam
setelah makan atau minuman yang terkontaminasi.
Diare sekretorik
yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat
menyebabkan kematian karena kekurangan cairan yang mengakibatkan renjatan
hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang
lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan
berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor
kulit turun, serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
deplesi air yang isotonik.
Sedangkan
kehilangan bikarbonas, menyebabkan perbandingan bikarbonas dan asam karbonas
berkurang yang menyebabkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang
pusat pernapasan sehingga frekuensi napas menjadi lebih cepat dari biasa
(pernapasan Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam karbonas
agar pH darah dapat kembali normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap
hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan denga tanda-tanda denyut nadi yang
cepat lebih dari 120x/mnt, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien
mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung eksterimitas dingin, dan kadang
sianosis. Karena kehilangan kalium, pada diare akut juga dapat timbul aritmia
jantung.
Penurunan tekanan
darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dengan sangat dan akan timbul
anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa
nekrosis tubulus ginjal akut, yang dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
Sedangkan keadaan
asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pada pembagian
darah dengan pemusatan darah yang lebih banyak dalam sirkkulasi paru-paru.
Observasi ini penting sekali karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien
yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
Bakteri yang
invasif akan menyebabkan diare yang disebut sebagai diare inflamasi dengan
gejala mual, muntah dan demama yang tinggi, disertai nyeri perut, tenesmus,
diare disertai darah dan lendir.
Pada diare akut
karena infeksi, dugaan terhadap bakteri penyebab dapat diperkirakan berdasarkan
anamnesis makanan atau minuman dalam beberapa jam atau hari terakhir, dan
anamnesis/observasi bentuk diare. ( Lihat tabel 1)
Yersinia dapat
menginvasi mukosa ileum terminalis dan kolon bagian proksimal, dengan nyeri
abdomen disertai nyeri tekan di regio titik Mc.Burney dengan gejala seperti
apendisitis akut.
Diare akut karena
infeksi dapat disertai gejala-gejala sistemik lainnya seperti Reiter’s syndrome
(arthritis, uretritis, dan konjungtivitis) yang dapat disebabkan oleh
Salmonella, Campylobacter, Shigella, dan Yersinia. Shigella dapat menyebabkan hemolytic-uremic
syndrome. Diare akut dapat juga sebagai gejala utama beberapa infeksi sistemik
antara lain hepatitis virus akut, listeriosis, legionellosis, dan toksik
renjatan sindrom.
Tabel 1. Epidemi
Diare Akut
Sarana
|
Bakteri
Patogen
|
Air
|
Vibrio cholerae, Norwalk agent,
Giardia, Cryptospordium (termasuk makanan yang dicuci dengan air tersebut).
|
Makanan
|
|
Unggas
|
Salmonella, Campylobacter, dan
Shigella spp.
|
Sapi, juice buah yg tidak
dipasteurisasi
|
Enterohemoragic escherichia coli
|
Babi
|
Cacing pita (tape worm)
|
Sea food dan kerang
|
V. cholerae non 01, V.
parahaemolyticus; vibrio spp, Salmonella spp., Aeromonas spp, Hepatitis
A,B,C.
|
Keju, susu
|
Listeria spp.
|
Telur
|
Salmonella spp.
|
Mayoinase + makanan & cream
|
Staphylococcus dan Clostridium
|
Nasi goreng
|
Bacillus cereus
|
Berrie segar
|
Cycklospora spp.
|
Sayuran atau buah-buahan kaleng
|
Clostridium spp.
|
Kecambah
|
Enterohemorrhagic E. coli dan
Salmonella spp.
|
Lingkungan
|
|
Hewan ke manusia
|
Salmonella, Campylobacter,
Cryptosporodium, Giardia spp.
|
Manusia ke manusia (termasuk seksual
kontak)
|
Semua bakteri enterik, virus,
parasit.
|
Rumah sakit/antibiotik
|
C. difficile
|
Kolam renang
|
Giardia dan Crytosporodium spp.
|
Wisatawan asing
|
E. coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Giardia, Entamoeba histolytica.
|
Pemeriksaan
Penunjang
- Darah
- Darah perifer
lengkap
- Ureum,
kreatinin
- Serum
elektrolit: Na+, K+, Cl-
- Analisa gas
darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan asam basa
(pernafasan Kussmaull)
- Immunoassay:
toksin bakteri (C. difficile), antigen virus (rotavirus), antigen protozoa
(Giardia, E. histolytica)
- Feses
- Feses lengkap
(mikroskopis: peningkatan jumlah lekosit di feses pada inflamatory diarrhea;
parasit: amoeba bentuk tropozoit)
Pemeriksaan
penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare akut karena infeksi, karena
dengan tata cara pemeriksaan yang terarah akan sampai pada terapi definitif.
Diagnosis
Diare akut karena
infeksi dapat ditegakkan diagnostik etiologi bila anamnesis, manifestasi klinis
dan pemeriksaan penunjang menyokongya.
Beberapa petunjuk
anamnesis yang mungkin dapat membantu diagnosis:
- Bentuk feses (watery diarrhea atau inflammatory diare)
- Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh penderita.
- Adakah orang lain sekitarnya menderita hal serupa, yang mungkin oleh karena keracunan makanan atau pencemaran sumber air.
- Dimana tempat tinggal penderita.
- Pola kehidupan seksual.
Umumnya diare
akut besifat ringan dan merupakan self-limited disease. Indikasi untuk
melakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu diare berat disertai dehidrasi, tampak
darah pada feses, panas > 38,5o C diare > 48 jam tanpa
tanda-tanda perbaikan, kejadian luar biasa (KLB). Nyeri perut hebat pada
penderita berusia > 50 tahun, penderita usia lanjut > 70 tahun, dan pada
penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
- Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
- Memberikan terapi simptomatik
- Memberikan terapi definitif
1. Rehidrasi
sebagai prioritas utama pengobatan
Ada hal yang
penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat,
yaitu:
Jenis cairan yang
hendak digunakan. Pada saat ini
cairan RL merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di pasaran,
meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium
cairan tinja.
Apabila tidak
tersedia cairan ini, boleh diberkan cairan NaCl isotonik. Sebaiknya ditambahkan
satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap satu liter infus NaCl isotonik.
Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada keadaan diare akut awal yang
ringan, tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum sebagai
usaha awal agar tidak terjadi rehidrasi dengan berbagai akibatnya.
Jumlah cairan
yang hendak diberikan. Pada prinsipnya
jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar
dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara:
- BJ Plasma dengan memakai rumus:
Kebutuhan cairan:
BJ Plasma – 1.025
x BB (Kg) x 4 ml
0.001
- Metode Pierce berdasarkan kriteria klinis:
- Dehidrasi
ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
- Dehidrasi
sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
- Dehidrasi
berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
- Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberikan penilaian/skor sebagai berikut:
Pemeriksaan
|
Skor
|
Rasa haus/muntah
|
1
|
Suara serak
|
2
|
Kesadaran apatis
|
1
|
Kesadaran somnolen, sopor atau koma
|
2
|
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg
|
1
|
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg
|
2
|
Frekwensi Nadi > 120 x/menit
|
1
|
Frekwensi nafas > 30 x/menit
|
1
|
Turgor kulit menurun
|
1
|
Facies cholerica/wajah keriput
|
2
|
Ekstremitas dingin
|
1
|
Washer’s woman’s hand
|
1
|
Sianosis
|
2
|
Umur 50-60 tahun
|
-1
|
Umur > 60 tahun
|
-2
|
Kebutuhan cairan
= Skor x 10% x BB (Kg) x 1 Liter
15
Jalan masuk atau
cara pemberian cairan. Pemberian
cairan pada orang dewasa dapat melalui oral dan intravena. Untuk pemberian per
oral diberikan larutan oralit yang komposisinya berkisar antara 20 gr glukosa,
3.5 gr NaCl, 2.5 gr Na bikarbonat dan 1.5 gr KCl per liter air. Cairan seperti
itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan
mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan
rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½
sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang
atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Cairan per oral juga
digunakan untuk mempertahankan hidrasi setelah rehidrasi inisial.
Jadwal pemberian
cairan. Untuk jadwal
rehidrasi inisial yang dihitung dengan rumus BJ plasma atau sistem skor
Daldiyono diberikan dalam waktu 2 jam. Tujuannya jelas agar tercapai rehidrasi
optimal secepat mungkin. Jadwal pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam
ke-3, didasarkan kepada kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan
rehidrasi inisial sebelumnya, rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.
2. Memberikan
terapi simptomatik
- Obat anti diare:
a. Kelompok
antisekresi selektif
Terobosan terbaru
dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril yang
bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga
enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan
menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat
dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini tersedia di bawah nama
Hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare yang dapat pula
digunakan lebih aman pada anak.
b. Kelompok opiat
Dalam kelompok
ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan
atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid
2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat
tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga
dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila
diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi
frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom
disentri obat ini tidak dianjurkan.
c. Kelompok
absorbent
Arang aktif,
attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan
atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau
toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak
langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
d. Zat Hidrofilik
Ekstrak
tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya
(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk
kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan
konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan
elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau
diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
- Probiotik
Kelompok
probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau
Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran
cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan
reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan
mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.
3. Memberikan
terapi definitif
Pemberian
antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena
40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik.
Pemberian antibiotik di indikasikan pada: pasien dengan gejala dan tanda diare
infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi
dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare
infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Terapi kausal
dapat diberikan pada infeksi:
- V. kolera El
Tor: Tetrasiklin 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau kortimoksazol dosis awal 2 x
3 tab, kemudian 2 x 2 tab selama 6 hari atau kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama
7 hari atau golongan Fluoroquinolon.
- ETEC:
Trimetoprim-Sulfametoksazole atau Kuinolon selama 3 hari.
- S. aureus:
Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr
- Salmonella
Typhi: Obat pilihan Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 2 minggu atau
Sefalosporin generasi 3 yang diberikan secara IV selama 7-10 hari, atau
Ciprofloksasin 2 x 500 mg selama 14 hari.
- Salmonella non
Typhi: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau ciprofloxacin atau norfloxacin oral 2
kali sehari selama 5 – 7 hari.
- Shigellosis:
Ampisilin 4 x 1 g/hr atau Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 5 hari.
- Helicobacter
jejuni (C. jejuni): Eritromisin, dewasa: 3 x 500 mg atau 4 x 250 mg, anak:
30-50 mg/kgBB/hr dalam dosis terbagi selama 5-7 hari atau Ciprofloxacin 2 x 500
mg/hr selama 5-7 hari.
- Amoebiasis: 4 x
500 mg/hr selama 3 hari atau Tinidazol dosis tunggal 2 g/hr selama 3 hari.
- Giardiasis:
Quinacrine 3 x 100 mg/hr selama 1 minggu atau Chloroquin 3 x 100 mg/hr selama 5
hari.
- Balantidiasis:
Tetrasiklin 3 x 500 mg/hr selama 10 hari
- Virus:
simptomatik dan suportif.
Komplikasi
Kehilangan cairan
dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada usia lanjut
dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak
sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui
feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus
yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik yang
terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut
pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat
juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak
tecapai rehidrasi yang optimal.
Haemolityc uremic
Syndrome (HUS) adalah
komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita
gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare.
Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti
diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.
Artritis pasca
infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena Campylobakter,
Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
Prognosis
Dengan
penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat
baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di
Amerika Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %.
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan
dengan sindrom uremik hemolitik.
Pencegahan
Karena penularan
diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah dengan
menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah
keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus
diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran
manusia. Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus
diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan
makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi.
Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang
diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum
dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk
tidak menelan air.Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan
air yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi.
Limbah manusia
atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada
buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya
produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC
terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang
dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.
Vaksinasi cukup
menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan ketersediaan
vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V.
colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif
dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih
efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang
lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral
terbaru juga melindungi 70 %, hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek
samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan
1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan
dua vaksin lainnya.
Kesimpulan
Diare akut
merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang maupun negara
maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu
diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala
diare akut karena infeksi bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara
empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan terapi spesifik sesuai dengan
hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan karena efektif dan cukup
aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut infeksi bakteri
baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan
sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.
Daftar
Pustaka
- Ahlquist David A, Camilleri M. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 15th edition. Braunwald, Fauci, Kasper et all (Editor). 2001.
- Hendarwanto. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sarwono WP (Editor), Balai Penerbit UI, 2000.
- Naskah lengkap penyakit dalam. Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2007.
- Powel Don W: Approach to the patient with diarrhea. Dalam buku: Text book of Gastroenterology, 4th edition. Yamada T (Editor). Limphicot Williams & Wiekeins Philadelphia. USA. 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar